KODE IKLAN DFP 1 Kisah Biografi Sejarah Usaha Cut Nyak Dien Pendekar Nasional Perempuan Asal Aceh | Ruang Belajar siswa kelas 10

Kisah Biografi Sejarah Usaha Cut Nyak Dien Pendekar Nasional Perempuan Asal Aceh

KODE IKLAN 200x200
KODE IKLAN 336x280
Kisah Biografi Sejarah Perjuangan Cut Nyak Dien Pahlawan Nasional Wanita Asal Aceh Kisah Biografi Sejarah Perjuangan Cut Nyak Dien Pahlawan Nasional Wanita Asal Aceh
Kisah Biografi Sejarah Perjuangan Cut Nyak Dien Pahlawan Nasional Wanita Asal Aceh Kisah Biografi Sejarah Perjuangan Cut Nyak Dien Pahlawan Nasional Wanita Asal Aceh Kisah Biografi Sejarah Perjuangan Cut Nyak Dien Pahlawan Nasional Wanita Asal Aceh

Cut Nyak Dien yakni Seorang Pahlawan Nasional Wanita Indonesia dari Aceh yang berjuang
melawan penjajahan Belanda pada masa Perang Aceh.

Cut Nyak Dien lahir pada tahun 1848 di Aceh Besar di wilayah VI Mukimm, ia terlahir dari kalangan keluarga bangsawan. Ayahnya berjulukan Teuku Nanta Seutia, seorang uleebalang, yang juga memiliki keturunan dari Datuk Makhudum Sati.

Datuk Makhudum Sati tiba ke Aceh pada kala ke 18 ketika kesultanan Aceh diperintah oleh Sultan Jamalul Badrul Munir. Oleh alasannya yakni itu, Ayah dari Cut Nyak Dien merupakan keturunan Minangkabau. Ibu Cut Nyak Dien adalah putri uleebalang Lampagar.

Cut Nyak Dien diakui oleh Presiden Soekarno sebagai Pahlawan Nasional Indonesia melalui SK Presiden RI No.106 Tahun 1964 pada tanggal 2 Mei 1964.

Biodata
Nama Lengkap : Cut Nyak Dien
Tempat Lahir : Lampadang, Kesultanan Aceh
Tahun Lahir : 1848
Meninggal : 6 November 1908. Sumedang, Hindia Belanda
Agama : Islam

Pada masa kecil Cut Nyak Dhien, Ia memperoleh pendidikan agama (yang dididik oleh orang bau tanah ataupun guru agama) dan rumah tangga (memasak, melayani suami, dan yang menyangkut kehidupan sehari-hari yang dididik baik oleh orang tuanya). Banyak pria yang suka pada Cut Nyak Dhien dan berusaha melamarnya. Pada usia 12 tahun, ia sudah dinikahkan oleh orang tuanya pada tahun 1862 dengan Teuku Ibrahim Lamnga, putra dari uleebalang Lamnga XIII. Namun pada tahun 1878 Teuku Ibrahim Lamnga suami dari Cut Nyak Dhien tewas dikarenakan telah gugur dalam perang melawan Belanda di Gle Tarum pada tanggal 29 Juni 1878.

Meninggalnya Ibrahim Lamnga membuat sedih yang mendalam bagi Cut Nyak Dhien. Tidak usang sehabis ajal Ibrahim Lamnga, Cut Nyak Dhien dipersunting oleh Teuku Umar pada tahun 1880.

Teuku Umar yakni salah satu tokoh yang melawan Belanda. Pada awalnya Cut Nyak Dhien menolak, tetapi lantaran Teuku Umar memperbolehkannya ikut serta dalam medan perang, Cut Nyak Dien setuju untuk menikah dengannya pada tahun 1880.

Mereka dikaruniai anak pria yang diberi nama Cut Gambang. Setelah pernikahannya dengan Teuku Umar, ia bersama Teuku Umar bertempur bersama melawan Belanda

Perang Aceh

Perang dilanjutkan secara gerilya dan dikobarkan perang fi'sabilillah. Sekitar tahun 1875, Teuku Umar melaksanakan gerakan dengan mendekati Belanda dan hubungannya dengan orang Belanda semakin kuat.

Pada tanggal 30 September 1893, Teuku Umar dan pasukannya yang berjumlah 250 orang pergi ke Kutaraja dan menyerahkan diri kepada Belanda.

Belanda sangat bahagia lantaran musuh yang berbahaya mau membantu mereka, sehingga mereka memperlihatkan Teuku Umar gelar Teuku Umar Johan Pahlawan dan menjadikannya komandan unit pasukan Belanda dengan kekuasaan penuh.

Teuku Umar merahasiakan rencana untuk menipu Belanda, meskipun ia dituduh sebagai penghianat oleh orang Aceh. Bahkan, Cut Nyak Meutia tiba menemui Cut Nyak Dien dan memakinya.

Cut Nyak Dien berusaha menasehatinya untuk kembali melawan Belanda. Namun, Teuku Umar masih terus bekerjasama dengan Belanda. Umar kemudian mencoba untuk mempelajari strategi Belanda, sementara pelan-pelan mengganti sebanyak mungkin orang Belanda di unit yang ia kuasai. Ketika jumlah orang Aceh pada pasukan tersebut cukup, Teuku Umar melaksanakan rencana palsu pada orang Belanda dan mengklaim bahwa ia ingin menyerang basis Aceh.

Teuku Umar dan Cut Nyak Dien pergi dengan semua pasukan dan perlengkapan berat, senjata, dan amunisi Belanda, kemudian tidak pernah kembali. Penghianatan ini disebut Het verraad van Teukoe Oemar (pengkhianatan Teuku Umar).

Teuku Umar yang mengkhianati Belanda mengakibatkan Belanda murka dan melancarkan operasi besar-besaran untuk menangkap Teuku Umar dan Cut Nyak Dien. Namun, gerilyawan sekarang dilengkapi perlengkapan dari Belanda.

Mereka mulai menyerang Belanda dan pasukan musuh berada pada kekacauan sementara Jend. Van Swieten diganti. Penggantinya, Jend. Jakobus Ludovicius Hubertus Pel, dengan cepat terbunuh dan pasukan Belanda berada pada kekacauan. Belanda kemudian mencabut gelar Teuku Umar dan aben rumahnya, dan juga mengejar keberadaannya.

Teuku umar dan Cut Nyak Dhien terus menekan Belanda, kemudian menyerang Banda Aceh (Kutaraja) dan Meulaboh (bekas basis Teuku Umar), sehingga Belanda terus-terusan mengganti jendral yang bertugas. Unit "Maréchaussée" kemudian dikirim ke Aceh. Mereka dianggap biadab dan sangat sulit ditaklukan oleh orang Aceh.

Selain itu, kebanyakan pasukan "De Marsose" merupakan orang Tionghoa-Ambon yang menghancurkan semua yang ada di jalannya. Akibat dari hal ini, pasukan Belanda merasa simpati kepada orang Aceh dan Van der Heyden membubarkan unit "De Marsose". Peristiwa ini juga mengakibatkan kesuksesan jendral selanjutnya lantaran banyak orang yang tidak ikut melaksanakan jihad kehilangan nyawa mereka, dan ketakutan masih tetap ada pada penduduk Aceh.

Jendral Joannes Benedictus van Heutsz memanfaatkan ketakutan ini dan mulai menyewa orang Aceh untuk memata-matai pasukan pemberontak Teuku Umar sebagai informan sehingga Belanda menemukan rencana Teuku Umar untuk menyerang Meulaboh pada tanggal 11 Februari 1899. Akhirnya, Teuku Umar gugur tertembak peluru.

Setelah ajal Teuku Umar, Cut Nyak Dien memimpin pasukan perlawanan melawan Belanda di tempat pedalaman Meulaboh bersama pasukan kecilnya dan mencoba melupakan suaminya. Pasukan ini terus bertempur hingga kehancurannya pada tahun 1901 lantaran tentara Belanda sudah terbiasa berperang di medan tempat Aceh. Selain itu, Cut Nyak Dien sudah semakin tua.

Masa Tua dan Kematian
Cut Nyak Dhien ditangkap dan dibawa ke Banda Aceh dan dirawat di rumah sakit disana, sementara itu Cut Gambang berhasil melarikan diri ke hutan dan meneruskan perlawanan yang sudah dilakukan oleh ayah dan ibunya.

Penyakitnya menyerupai rabun dan encok berangsur-angsur sembuh. Namun, Cut Nyak Dien alhasil dibuang ke Sumedang, Jawa Barat, lantaran ketakutan Belanda bahwa kehadirannya akan membuat semangat perlawanan dan juga lantaran ia terus bekerjasama dengan pejuang yang belum tunduk.

Pada tanggal 6 November 1908, Cut Nyak Dien meninggal lantaran usianya yang sudah tua. Makam  Cut Nyak Dien gres ditemukan pada tahun 1959 menurut undangan Gubernur Aceh dikala itu, Ali Hasan.

Makam Cut Nyak Dien pertama kali dipugar pada 1987 dan sanggup terlihat melalui monumen peringatan di erat pintu masuk yang tertulis ihwal pelantikan makam yang ditandatangani oleh Gubernur Aceh Ibrahim Hasan pada tanggal 7 Desember 1987. Makam Cut Nyak Dhien dikelilingi pagar besi yang ditanam bersama beton dengan luas 1.500 m2. Di belakang makam terdapat musholla dan di sebelah kiri makam terdapat banyak kerikil nissan yang dikatakan sebagai makam keluarga ulama H. Sanusi.

Pada kerikil nissan Cut Nyak Dhien, tertulis riwayat hidupnya, goresan pena bahasa Arab, Surah At-Taubah dan Al-Fajr, serta hikayat kisah Aceh.

Demikian Kisah Biografi Sejarah Perjuangan Cut Nyak Dien Pahlawan Nasional Wanita Asal Aceh
KODE IKLAN 300x 250
close
==[ Klik disini 1X ] [ Close ]==
KODE IKLAN DFP 2
KODE IKLAN DFP 2