Keistimewaan dan Keutamaan Amalan 10 hari malam terakhir di Bulan Puasa Ramadhan
Di sepuluh 10 hari terakhir bulan Ramadhan yaitu momen yang baik untuk banyak beramal. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam juga mencontohkan hal ini, dia lebih semangat bederma di akhir-akhir Ramadhan.
Ada dua alasan kenapa bisa demikian. Pertama, alasannya yaitu setiap amalan dinilai dari akhirnya. Kedua, biar mendapati malam lailatul qadar.
Berikut yaitu Beberapa Keistimewaan dan Keutamaan Amalan 10 hari malam terakhir di Bulan Puasa Ramadhan ;
1. Lebih ulet dan bersungguh-sungguh dalam melaksanakan ibadah.
Dahulu Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam juga senantiasa meningkatakan amalan ibadahnya di 10 hari terakhir pada bulan Ramadhan. Hal ini dan sebagaimana yang disebutkan di dalam hadits yang diriwayatkan oleh ‘Aisyah radhiyallahu ‘anha:
عَنْ عَائِشَةَ رَضِيَ اَللَّهُ عَنْهَا قَالَتْ: – كَانَ رَسُولُ اَللَّهِ – صلى الله عليه وسلم – إِذَا دَخَلَ اَلْعَشْرُ -أَيْ: اَلْعَشْرُ اَلْأَخِيرُ مِنْ رَمَضَانَ- شَدَّ مِئْزَرَهُ, وَأَحْيَا لَيْلَهُ, وَأَيْقَظَ أَهْلَهُ – مُتَّفَقٌ عَلَيْهِ
Dari ‘Aisyah radhiyallahu ‘anha, ia berkata, “Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam biasa saat memasuki 10 Ramadhan terakhir, dia bersungguh-sungguh dalam ibadah (dengan meninggalkan istri-istrinya), menghidupkan malam-malam tersebut dengan ibadah, dan membangunkan istri-istrinya untuk beribadah.” Muttafaqun ‘alaih. (HR. Bukhari no. 2024 dan Muslim no. 1174).
Hadits di atas mengatakan keutamaan bederma sholih di 10 hari terakhir dari bulan Ramadhan. Sepuluh hari terakhir bulan Ramadhan punya keistimewaan dalam ibadah dari hari-hari lainnya di bulan Ramadhan. Ibadah yang dimaksudkan di sini meliputi shalat, dzikir, dan tilawah Al Qur’an.
2. Menghidupkan malam-malamnya dengan memperbanyak ibadah.
Di awal-awal Ramadhan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam biasanya menyertai ibadah shalat dan puasanya dengan tidur, namun bila telah masuk pada 10 hari terakhir maka dia pun mengurangi kapasitas tidurnya. Dan dia memanfaatkan malam-malamnya untuk beribadah kepada Allah.
Di dalam musnad Imam Ahmad rahimahullah terdapat hadits dari ‘Aisyah radhiyallahu ‘anha yang menyebutkan bahwa:
كَانَ النَّبِيُّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَخْلِطُ الْعِشْرِينَ بِصَلَاةٍ وصَوْمٍ وَنَوْمٍ، فَإِذَا كَانَ الْعَشْرُ شَمَّرَ وَشَدَّ الْمِئْزَرَ.
“Pada 20 hari yang pertama (di bulan Ramadhan) Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam biasa mengkombinasikan antara shalat, puasa dan tidurnya. Namun bila telah masuk pada 10 hari yang terakhir dia bersungguh-sungguh dan mengencangkan sarungnya (menjauhi istri-istrinya).” (HR. Ahmad [6/68, 146])
3. Membangunkan anggota keluarga.
Dahulu Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam juga senantiasa membangunkan keluarganya untuk shalat, memperbanyak dzikir dan bersungguh-sungguh dalam mengamalkan malam-malam bulan Ramadhan yang penuh barakah ini.
Di dalam hadits yang diriwayatkan oleh ‘Aisyah radhiyallahu ‘anha disebutkan bahwa:
كَانَ النَّبِيُّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِذَا دَخَلَ الْعَشْرُ شَدَّ مِئْزَرَهُ وَأَحْيَا لَيْلَهُ وَأَيْقَظَ أَهْلَهُ.
“Jika telah tiba 10 hari yang terakhir (di bulan Ramadhan) Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam mengencangkan sarungnya, menghidupkan malam-malamnya (dengan beribadah), dan dia juga membangunkan keluarganya (untuk beribadah).” (HR. al-Bukhari no. 2024 dan Muslim no. 1174)
Membangunkan keluarga di sini merupakan proposal di sepuluh hari terakhir bulan Ramadhan, namun proposal juga untuk hari-hari lainnya. Karena keutamaannya disebutkan dalam hadits yang lain,
رَحِمَ اللَّهُ رَجُلاً قَامَ مِنَ اللَّيْلِ فَصَلَّى وَأَيْقَظَ امْرَأَتَهُ فَإِنْ أَبَتْ نَضَحَ فِى وَجْهِهَا الْمَاءَ رَحِمَ اللَّهُ امْرَأَةً قَامَتْ مِنَ اللَّيْلِ فَصَلَّتْ وَأَيْقَظَتْ زَوْجَهَا فَإِنْ أَبَى نَضَحَتْ فِى وَجْهِهِ الْمَاءَ
“Semoga Yang Mahakuasa merahmati seorang pria yang di malam hari melaksanakan shalat malam, kemudian ia membangunkan istrinya. Jika istrinya enggan, maka ia memerciki air pada wajahnya. Semoga Yang Mahakuasa juga merahmati seorang perempuan yang di malam hari melaksanakan shalat mala, kemudian ia membangungkan suaminya. Jika suaminya enggan, maka istrinya pun memerciki air pada wajahnya.” (HR. Abu Daud no. 1308 dan An Nasai no. 1148. Sanad hadits ini hasan kata Al Hafizh Abu Thohir).
Sufyan Ats Tsauri berkata, “Aku sangat suka pada diriku bila memasuki 10 hari terakhir bulan Ramadhan untuk bersungguh-sungguh dalam menghidupkan malam hari dengan ibadah, kemudian membangunkan keluarga untuk shalat bila mereka mampu.” (Lathoiful Ma’arif, hal. 331).
Pada 10 hari yang terakhir merupakan kesempatan emas bagi setiap muslim untuk memperoleh pahala dari Yang Mahakuasa Subhanahu Wa Ta’ala. Maka dari itu kita harus bersungguh-sungguh dalam beribadah di dalamnya, alasannya yaitu kita tidak akan pernah tahu apakah kita masih bisa bertemu lagi dengan bulan Ramadhan yang akan tiba atau tidak.
4. Beri’tikaf
I’tikaf yaitu menetap di dalam masjid dalam rangka mendekatkan diri kepada Yang Mahakuasa dengan memperbanyak melaksanakan ketaatan dan ibadah kepada Allah. Dan hal ini merupakan sunnah Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam yang disebutkan di dalam al-Quran dan hadits Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam.
Yang Mahakuasa Subhanahu wa Ta’ala berfirman:
وَلاَ تُبَاشِرُوهُنَّ وَأَنتُمْ عَاكِفُونَ فِي الْمَسَاجِدِ
“Janganlah kau campuri mereka (istri-istrimu) itu, sedang kau beri’tikaf dalam masjid.” (QS. al-Baqarah [2]: 187)
Di dalam hadits yang diriwayatkan oleh ‘Aisyah radhiyallahu ‘anha disebutkan bahwa:
أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ كَانَ يَعْتَكِفُ الْعَشْرَ الْأَوَاخِرَ مِنْ رَمَضَانَ حَتَّى تَوَفَّاهُ اللَّهُ ثُمَّ اعْتَكَفَ أَزْوَاجُهُ مِنْ بَعْدِهِ.
“Sesungguhnya Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam dahulu beri’tikaf di 10 hari yang terakhir dari bulan Ramadhan sampai Yang Mahakuasa Ta’ala mewafatkannya. Kemudian sehabis dia wafat, istri-istri dia juga senantiasa beri’tikaf.” (HR. al-Bukhari no. 2026 dan Muslim no. 1172)
5. Besungguh-sungguh dalam meraih malam lailatul qadar.
Pada penghujung bulan Ramadhan, tepatnya di 10 (sepuluh) malam yang terakhir terdapat lailatul qadar, yaitu suatu malam yang penuh kemuliaan dan keberkahan yang mana pahala ibadah seorang hamba akan dilipat gandakan. Bahkan Yang Mahakuasa Subhanahu wa Ta’ala menjelaskan bahwa lailatul qadaritu lebih baik dari seribu bulan.
Yang Mahakuasa Ta’ala berfirman:
إِنَّا أَنزَلْنَاهُ فِي لَيْلَةِ الْقَدْرِ، وَمَا أَدْرَاكَ مَا لَيْلَةُ الْقَدْرِ، لَيْلَةُ الْقَدْرِ خَيْرٌ مِّنْ أَلْفِ شَهْرٍ
“Sesungguhnya Kami telah menurunkannya (al-Quran) pada malam kemuliaan, Dan tahukah kau apakah malam kemuliaan itu? Malam kemuliaan itu lebih baik dari seribu bulan.”(QS. al-Qadr [97]: 1-3)
Maka dari itu, setiap muslim hendaknya bersungguh-sungguh untuk bisa mendapat lailatul qadar, terutama di 10 malam terakhir pada bulan Ramadhan. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
تَحَرَّوْا لَيْلَةَ الْقَدْرِ فِي الْعَشْرِ الْأَوَاخِرِ مِنْ رَمَضَانَ.
“Carilah lailatul qadar pada sepuluh malam terakhir di bulan Ramadhan.” (HR. al-Bukhari no. 2020 dan Muslim no. 1169, dari ‘Aisyah radhiyallahu ‘anha)
Terjadinya lailatul qadar di malam-malam ganjil lebih memungkinkan daripada malam-malam genap, sebagaimana sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam,
Demikianlah Keistimewaan dan Keutamaan Amalan 10 hari malam terakhir di Bulan Puasa Ramadhan
Di sepuluh 10 hari terakhir bulan Ramadhan yaitu momen yang baik untuk banyak beramal. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam juga mencontohkan hal ini, dia lebih semangat bederma di akhir-akhir Ramadhan.
Ada dua alasan kenapa bisa demikian. Pertama, alasannya yaitu setiap amalan dinilai dari akhirnya. Kedua, biar mendapati malam lailatul qadar.
Berikut yaitu Beberapa Keistimewaan dan Keutamaan Amalan 10 hari malam terakhir di Bulan Puasa Ramadhan ;
1. Lebih ulet dan bersungguh-sungguh dalam melaksanakan ibadah.
Dahulu Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam juga senantiasa meningkatakan amalan ibadahnya di 10 hari terakhir pada bulan Ramadhan. Hal ini dan sebagaimana yang disebutkan di dalam hadits yang diriwayatkan oleh ‘Aisyah radhiyallahu ‘anha:
عَنْ عَائِشَةَ رَضِيَ اَللَّهُ عَنْهَا قَالَتْ: – كَانَ رَسُولُ اَللَّهِ – صلى الله عليه وسلم – إِذَا دَخَلَ اَلْعَشْرُ -أَيْ: اَلْعَشْرُ اَلْأَخِيرُ مِنْ رَمَضَانَ- شَدَّ مِئْزَرَهُ, وَأَحْيَا لَيْلَهُ, وَأَيْقَظَ أَهْلَهُ – مُتَّفَقٌ عَلَيْهِ
Dari ‘Aisyah radhiyallahu ‘anha, ia berkata, “Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam biasa saat memasuki 10 Ramadhan terakhir, dia bersungguh-sungguh dalam ibadah (dengan meninggalkan istri-istrinya), menghidupkan malam-malam tersebut dengan ibadah, dan membangunkan istri-istrinya untuk beribadah.” Muttafaqun ‘alaih. (HR. Bukhari no. 2024 dan Muslim no. 1174).
Hadits di atas mengatakan keutamaan bederma sholih di 10 hari terakhir dari bulan Ramadhan. Sepuluh hari terakhir bulan Ramadhan punya keistimewaan dalam ibadah dari hari-hari lainnya di bulan Ramadhan. Ibadah yang dimaksudkan di sini meliputi shalat, dzikir, dan tilawah Al Qur’an.
2. Menghidupkan malam-malamnya dengan memperbanyak ibadah.
Di awal-awal Ramadhan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam biasanya menyertai ibadah shalat dan puasanya dengan tidur, namun bila telah masuk pada 10 hari terakhir maka dia pun mengurangi kapasitas tidurnya. Dan dia memanfaatkan malam-malamnya untuk beribadah kepada Allah.
Di dalam musnad Imam Ahmad rahimahullah terdapat hadits dari ‘Aisyah radhiyallahu ‘anha yang menyebutkan bahwa:
كَانَ النَّبِيُّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَخْلِطُ الْعِشْرِينَ بِصَلَاةٍ وصَوْمٍ وَنَوْمٍ، فَإِذَا كَانَ الْعَشْرُ شَمَّرَ وَشَدَّ الْمِئْزَرَ.
“Pada 20 hari yang pertama (di bulan Ramadhan) Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam biasa mengkombinasikan antara shalat, puasa dan tidurnya. Namun bila telah masuk pada 10 hari yang terakhir dia bersungguh-sungguh dan mengencangkan sarungnya (menjauhi istri-istrinya).” (HR. Ahmad [6/68, 146])
3. Membangunkan anggota keluarga.
Dahulu Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam juga senantiasa membangunkan keluarganya untuk shalat, memperbanyak dzikir dan bersungguh-sungguh dalam mengamalkan malam-malam bulan Ramadhan yang penuh barakah ini.
Di dalam hadits yang diriwayatkan oleh ‘Aisyah radhiyallahu ‘anha disebutkan bahwa:
كَانَ النَّبِيُّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِذَا دَخَلَ الْعَشْرُ شَدَّ مِئْزَرَهُ وَأَحْيَا لَيْلَهُ وَأَيْقَظَ أَهْلَهُ.
“Jika telah tiba 10 hari yang terakhir (di bulan Ramadhan) Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam mengencangkan sarungnya, menghidupkan malam-malamnya (dengan beribadah), dan dia juga membangunkan keluarganya (untuk beribadah).” (HR. al-Bukhari no. 2024 dan Muslim no. 1174)
Membangunkan keluarga di sini merupakan proposal di sepuluh hari terakhir bulan Ramadhan, namun proposal juga untuk hari-hari lainnya. Karena keutamaannya disebutkan dalam hadits yang lain,
رَحِمَ اللَّهُ رَجُلاً قَامَ مِنَ اللَّيْلِ فَصَلَّى وَأَيْقَظَ امْرَأَتَهُ فَإِنْ أَبَتْ نَضَحَ فِى وَجْهِهَا الْمَاءَ رَحِمَ اللَّهُ امْرَأَةً قَامَتْ مِنَ اللَّيْلِ فَصَلَّتْ وَأَيْقَظَتْ زَوْجَهَا فَإِنْ أَبَى نَضَحَتْ فِى وَجْهِهِ الْمَاءَ
“Semoga Yang Mahakuasa merahmati seorang pria yang di malam hari melaksanakan shalat malam, kemudian ia membangunkan istrinya. Jika istrinya enggan, maka ia memerciki air pada wajahnya. Semoga Yang Mahakuasa juga merahmati seorang perempuan yang di malam hari melaksanakan shalat mala, kemudian ia membangungkan suaminya. Jika suaminya enggan, maka istrinya pun memerciki air pada wajahnya.” (HR. Abu Daud no. 1308 dan An Nasai no. 1148. Sanad hadits ini hasan kata Al Hafizh Abu Thohir).
Sufyan Ats Tsauri berkata, “Aku sangat suka pada diriku bila memasuki 10 hari terakhir bulan Ramadhan untuk bersungguh-sungguh dalam menghidupkan malam hari dengan ibadah, kemudian membangunkan keluarga untuk shalat bila mereka mampu.” (Lathoiful Ma’arif, hal. 331).
Pada 10 hari yang terakhir merupakan kesempatan emas bagi setiap muslim untuk memperoleh pahala dari Yang Mahakuasa Subhanahu Wa Ta’ala. Maka dari itu kita harus bersungguh-sungguh dalam beribadah di dalamnya, alasannya yaitu kita tidak akan pernah tahu apakah kita masih bisa bertemu lagi dengan bulan Ramadhan yang akan tiba atau tidak.
4. Beri’tikaf
I’tikaf yaitu menetap di dalam masjid dalam rangka mendekatkan diri kepada Yang Mahakuasa dengan memperbanyak melaksanakan ketaatan dan ibadah kepada Allah. Dan hal ini merupakan sunnah Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam yang disebutkan di dalam al-Quran dan hadits Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam.
Yang Mahakuasa Subhanahu wa Ta’ala berfirman:
وَلاَ تُبَاشِرُوهُنَّ وَأَنتُمْ عَاكِفُونَ فِي الْمَسَاجِدِ
“Janganlah kau campuri mereka (istri-istrimu) itu, sedang kau beri’tikaf dalam masjid.” (QS. al-Baqarah [2]: 187)
Di dalam hadits yang diriwayatkan oleh ‘Aisyah radhiyallahu ‘anha disebutkan bahwa:
أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ كَانَ يَعْتَكِفُ الْعَشْرَ الْأَوَاخِرَ مِنْ رَمَضَانَ حَتَّى تَوَفَّاهُ اللَّهُ ثُمَّ اعْتَكَفَ أَزْوَاجُهُ مِنْ بَعْدِهِ.
“Sesungguhnya Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam dahulu beri’tikaf di 10 hari yang terakhir dari bulan Ramadhan sampai Yang Mahakuasa Ta’ala mewafatkannya. Kemudian sehabis dia wafat, istri-istri dia juga senantiasa beri’tikaf.” (HR. al-Bukhari no. 2026 dan Muslim no. 1172)
5. Besungguh-sungguh dalam meraih malam lailatul qadar.
Pada penghujung bulan Ramadhan, tepatnya di 10 (sepuluh) malam yang terakhir terdapat lailatul qadar, yaitu suatu malam yang penuh kemuliaan dan keberkahan yang mana pahala ibadah seorang hamba akan dilipat gandakan. Bahkan Yang Mahakuasa Subhanahu wa Ta’ala menjelaskan bahwa lailatul qadaritu lebih baik dari seribu bulan.
Yang Mahakuasa Ta’ala berfirman:
إِنَّا أَنزَلْنَاهُ فِي لَيْلَةِ الْقَدْرِ، وَمَا أَدْرَاكَ مَا لَيْلَةُ الْقَدْرِ، لَيْلَةُ الْقَدْرِ خَيْرٌ مِّنْ أَلْفِ شَهْرٍ
“Sesungguhnya Kami telah menurunkannya (al-Quran) pada malam kemuliaan, Dan tahukah kau apakah malam kemuliaan itu? Malam kemuliaan itu lebih baik dari seribu bulan.”(QS. al-Qadr [97]: 1-3)
Maka dari itu, setiap muslim hendaknya bersungguh-sungguh untuk bisa mendapat lailatul qadar, terutama di 10 malam terakhir pada bulan Ramadhan. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
تَحَرَّوْا لَيْلَةَ الْقَدْرِ فِي الْعَشْرِ الْأَوَاخِرِ مِنْ رَمَضَانَ.
“Carilah lailatul qadar pada sepuluh malam terakhir di bulan Ramadhan.” (HR. al-Bukhari no. 2020 dan Muslim no. 1169, dari ‘Aisyah radhiyallahu ‘anha)
Terjadinya lailatul qadar di malam-malam ganjil lebih memungkinkan daripada malam-malam genap, sebagaimana sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam,
Demikianlah Keistimewaan dan Keutamaan Amalan 10 hari malam terakhir di Bulan Puasa Ramadhan